Month: October 2021
Kerjasama Strategis SEI – Solarens Ledindo
By Admin
PT Surya Energi Indotama (SEI), salah satu perusahaan yg tergabung dalam Len Incorporated menandatangani Kesepakatan Bersana Pengembangan Produk dan Pemasaran Integrated PV – Lithium Street Light dengan PT Solarens Ledindo.
Penandatangan dilaksanakan oleh Bambang Iswanto selaku Dirut PT Surya Energi Indotama dan Irvin E. Busser selaku Dirut PT Solarens Ledindo pada hari Senin tanggal 8 Mei 2017 di Bandung. Kerjasama tersebut, diharapkan dapat meningkatkan penjualan Modul Surya produksi Len, dengan dukungan LED Solarens yang juga sangat berpengalaman dalam bisnis PJU (Penerangan Jalan Umum) Tenaga Surya.
Sebagaimana diketahui, EPC dan penjualan Modul Surya Len adalah bisnis utama PT Surya Energi Indotama, sementara bisnis utama PT Solarens Ledindo adalah manufacture lampu LED. Dalam jangka panjang kerjasama tersebut akan diarahkan untuk mengembangkan usaha Penerangan Jalan Umum dengan pola investasi dengan produk unggulan Smart Street lighting System. (**)
Recent Posts
SEI Terapkan PLTS Sumba Timur dengan Efisiensi Lahan
By Admin
PT Surya Energi Indotama (SEI), salah satu anak perusahaan PT Len Industri, telah menyelesaikan proyek pengembangan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Listrik) dengan total 492kWp di Sumba Timur. PLTS akan melistriki 909 rumah di area-area terpencil di lintasan sepanjang 48 Km menggunakan tiang-tiang yang dapat membangkitkan listrik menggunakan panel surya yang dipasang di atasnya. Dengan desain ini maka tidak lagi diperlukan lahan yang luas seperti halnya pada PLTS konvensional.
Terdapat 11 sistem yang dibangun di lima desa, yaitu Tawui, Lailunggi, Praimadita, Tandula Jangga, dan Praiwitu. Program bantuan ini menjadi penting karena di daerah-daerah terpencil yang tidak terjangkau PLN, penggunaan PLTS akan mengatasi masalah ketersediaan listrik dengan biaya yang relatif terjangkau bagi masyarakat pedalaman dibandingkan menggunakan BBM.
Pembangunan sistem oleh PT Surya Energi Indotama dilakukan pada bulan September 2017 sampai dengan Maret 2018. Dalam periode itu, konstruksi dilakukan dari awal sampai dengan PLTS dapat berfungsi dan dapat mengalirkan listrik ke rumah-rumah warga setempat.
Pada tanggal 11 April 2018, peresmian diselenggarakan di Desa Tawui yang dibuka oleh Jonathan Nash, Deputi Wakil Presiden Millenium Challenge Corporation (MCC). Hadir juga Direktur Keuangan Len sekaligus Komisaris Utama PT SEI, Priadi Ekatama Sahari, Direktur Utama PT SEI, Bambang Iswanto serta Direktur Teknik dan Operasional PT SEI, Tri Bakti. Sambutan juga disampaikan oleh Wakil Bupati Sumba Timur, Umbu Lili Pekuwali, serta Kepala Kepala Dinas ESDM Provinsi NTT, Boni Marasin.
Dalam implementasi PLTS ini, kepemilikan dan peran serta masyarakat dalam mengelolanya sangatlah penting. Oleh karena itu selama masa konstruksi, masyarakat melalui BUMDes sudah dilibatkan dalam konstruksi dan instalasi, serta diberikan pelatihan-pelatihan untuk pengoperasian dan pemeliharaan PLTS ini nantinya. Selain itu, masyarakat juga menjadi pemilik saham mayoritas (51%) fasilitas.
PT Surya Energi Indotama melibatkan masyarakat setempat di setiap tahapan yang diharapkan dapat menjadi pengelolaan jangka panjang yang paling sesuai. Selama proyek berlangsung, pelatihan dan mentoring di bidang manajemen dan kewirahusahaan juga diberikan bagi lebih dari 250 perempuan dan laki-laki di desa-desa terkait. Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat ekonomi masyarakat sehingga mereka bisa membayar pemakaian listrik dan dana tersebut dapat dikelola sebagai biaya operasional pemeliharaan PLTS untuk jangka panjang.
Recent Posts
Harga Listrik EBT, Kementerian ESDM Kaji Permen 19/2016
By Admin
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali mengkaji peraturan menteri yang mencantumkan fomula harga jual listrik dari pembangkit berbasis sinar Matahari.
Direktur Aneka Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Maritje Hutapea mengatakan pihaknya tengah fokus mengkaji ulang Permen ESDM No 19 Tahun 2016 tentang Pembelian Listrik dari Pembangkit Tenaga Surya Fotovoltaik oleh PLN. Adapun review ini sesuai dengan arahan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Sebelumnya Jonan mengatakan pihaknya bakal memformulasikan harga listrik PLTS yang lebih kompetitif. “Sesuai arahan Pak Menteri kami akan review kembali secepatnya,” kata Maritje pada Acara Renewable Energy for Indonesia (RE4I) 2016 Conference di Jakarta, Rabu (7 Desember 2016).
Adapun menurut Maritje guna mendapatkan harga listrik PLTS yang lebih kompetitif dan murah harus memperhatikan beberapa hal. Hal tersebur di antaranya kemudahan pembebasan lahan, kapasitas yang ekonomis, insentif fiskal berupa penurunan pajak serta keringanan bunga pinjaman, serta insentif nonfiskal berupa kemudahan perizinan.
Dalam Permen No 19/2016, pemerintah mengubah skema pengembangan PLTS yang akan dikembangkanoleh produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dengan mekanisme pertama masuk,pertama keluar (first in first out/FIFO).
Untuk tahap awal, akan ditawarkan PLTS dengan total kapasitas 250 MW dengan lokasi tersebar di seluruh Indonesia. Dalam permen tarif yang ditawarkan bervariasi tergantung dari tempat PLTS tersebut. Disebutkan olehnya tarif paling murah adalah sebesar US$14,5 sen untuk PLTS yang berlokasi di Pulau Jawa. Sementara itu, tarif US$25 sen untuk di Indonesia Timur.
Dengan tingginya tarif yang ditawarkan, pemerintah akan melakukan seleksi ketat bagi pengembang yang ingin ikut serta. Seluruh peserta harus mengajukan data yang akurat dan mempunyai kemampuan finansial serta teknis. Pihaknya juga memberikan kesempatan bagi peminat untuk melakukan studi kelayakan di lokasi-lokasi yang telah ditentukan.
Di sisi lain, Jonan mengatakan agar tarif yang ditawarkan dapat bersaing dengan energi fosil. Dia mencontohkan seperti Uni Emirat Arab (UAE) yang pengembangan EBT-nya dapat melampaui pemanfaatan energi fosil lantaran kebijakan pemerintahnya dapat membuat EBT bersaing dengan batubara, gas maupun minyak bumi. Adapun di UAE harga listrik dari PLTS dipatok US$2,9 sen/kWh. “Jika Indonesia dalam posisi western europe yang punya 20 tahun untuk eksploitasi gasnya maka policy EBT akan beda, tapi disini kan tidak begitu,” kata Jonan.
Sumber : bisnis.tempo.com
Recent Posts
Matahari Sebagai Energi Masa Depan yang Ramah Lingkungan
By Admin
Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik.
Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang menargetkan kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025 adalah sebesar 0.87 GW atau sekitar 50 MWp/tahun. Jumlah ini merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energi surya di masa datang.
Saat ini pengembangan PLTS di Indonesia telah mempunyai basis yang cukup kuat dari aspek kebijakan. Namun pada tahap implementasi, potensi yang ada belum dimanfaatkan secara optimal.
Secara teknologi, industri photovoltaic (PV) di Indonesia baru mampu melakukan pada tahap hilir, yaitu memproduksi modul surya dan mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara sel suryanya masih impor. Padahal sel surya adalah komponen utama dan yang paling mahal dalam sistem PLTS. Harga yang masih tinggi menjadi isu penting dalam perkembangan industri sel surya. Berbagai teknologi pembuatan sel surya terus diteliti dan dikembangkan dalam rangka upaya penurunan harga produksi sel surya agar mampu bersaing dengan sumber energi lain.
Mengingat ratio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55-60 % dan hampir seluruh daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah pedesaan yang jauh dari pusat pembangkit listrik, maka PLTS yang dapat dibangun hampir di semua lokasi merupakan alternatif sangat tepat untuk dikembangkan.
Dalam kurun waktu tahun 2005-2025, pemerintah telah merencanakan menyediakan 1 juta Solar Home System berkapasitas 50 Wp untuk masyarakat berpendapatan rendah serta 346,5 MWp PLTS hibrid untuk daerah terpencil. Hingga tahun 2025 pemerintah merencanakan akan ada sekitar 0,87 GW kapasitas PLTS terpasang.
Dengan asumsi penguasaan pasar hingga 50%, pasar energi surya di Indonesia sudah cukup besar untuk menyerap keluaran dari suatu pabrik sel surya berkapasitas hingga 25 MWp per tahun. Hal ini tentu merupakan peluang besar bagi industri lokal untuk mengembangkan bisnisnya ke pabrikasi sel surya.
(sumber: http://www.litbang.esdm.go.id)
[:ID]
Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik.
Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang menargetkan kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025 adalah sebesar 0.87 GW atau sekitar 50 MWp/tahun. Jumlah ini merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energi surya di masa datang.
Saat ini pengembangan PLTS di Indonesia telah mempunyai basis yang cukup kuat dari aspek kebijakan. Namun pada tahap implementasi, potensi yang ada belum dimanfaatkan secara optimal.
Secara teknologi, industri photovoltaic (PV) di Indonesia baru mampu melakukan pada tahap hilir, yaitu memproduksi modul surya dan mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara sel suryanya masih impor. Padahal sel surya adalah komponen utama dan yang paling mahal dalam sistem PLTS. Harga yang masih tinggi menjadi isu penting dalam perkembangan industri sel surya. Berbagai teknologi pembuatan sel surya terus diteliti dan dikembangkan dalam rangka upaya penurunan harga produksi sel surya agar mampu bersaing dengan sumber energi lain.
Mengingat ratio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55-60 % dan hampir seluruh daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah pedesaan yang jauh dari pusat pembangkit listrik, maka PLTS yang dapat dibangun hampir di semua lokasi merupakan alternatif sangat tepat untuk dikembangkan.
Dalam kurun waktu tahun 2005-2025, pemerintah telah merencanakan menyediakan 1 juta Solar Home System berkapasitas 50 Wp untuk masyarakat berpendapatan rendah serta 346,5 MWp PLTS hibrid untuk daerah terpencil. Hingga tahun 2025 pemerintah merencanakan akan ada sekitar 0,87 GW kapasitas PLTS terpasang.
Dengan asumsi penguasaan pasar hingga 50%, pasar energi surya di Indonesia sudah cukup besar untuk menyerap keluaran dari suatu pabrik sel surya berkapasitas hingga 25 MWp per tahun. Hal ini tentu merupakan peluang besar bagi industri lokal untuk mengembangkan bisnisnya ke pabrikasi sel surya.
(sumber: http://www.litbang.esdm.go.id)
[:]